Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII)

SELAMAT MENGUNJUNGI DAN MEMBACA ARTIKEL KAMI LDII BEKASI JAYA, Semoga bermanfaat dan Barokah.. Jaza Kumullohu Khoiro
CONTENT BLOGGER HERE
CONTENT TWITTER HERE
CONTENT FACEBOOK HERE

Selasa, 25 Juni 2013

Bid'ah dan Ijtihad...?

 




إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادي له .وأشهد أن لا إله إلا الله وحده.لا شريك له، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله

أما بعد

Sebelum Muslimin -Semoga Alloh Paring Barokah- Membaca Artikel Dibawah Ini, Perlu diperhatikan Beberapa Poin Penting Penjelasan Tentang: 
"Syahnya Penyampaian Ilmu Menurut Salafussholih" dan
"MANQUL, MUSNAD, MUTTASHIL DAN RO’YI/PENDAPAT"

 

Bid'ah dan Ijtihad

 

Dewasa ini banyak kelompok-kelompok muslim yang sering mengangkat isu tentang bid'ah. Namun efek dari penjelasan yang kurang detail dari sang asatidz, atau mungkin karena sang thulab yang memang kurang "nyambung" dengan penjelasan asatidz-nya, menyebabkan terminologi bid'ah menjadi sangat rancu bahkan cenderung absurd di masyarakat belakangan ini. Masih banyak orang (awam) yang belum bisa membedakan antara bid'ah, maksiat, syirik, makruh, mubah, bahkan ijtihad.

Kali ini akan saya tulis sedikit mengenai bid'ah dan ijtihad, karena perkara ini saya nilai hampir serupa/mirip, meskipun sebenarnya bedanya jauh sebagaimana langit dan sumur sat (sumur yang kering). 

Bid'ah

Menurut Imam Asy-Syatibi dalam I'tishom, bid'ah bukan saja merupakan penambahan terhadap syariat/kententuan dalam agama, khususnya yang berkaitan dengan ibadah mahdhoh (ibadah murni), tetapi juga pengurangan dan modifikasi terhadap perkara ibadah mahdhoh tersebut. Bahkan menurutnya, orang yang mengerjakan bid'ah, secara tidak sadar, orang itu telah jatuh dalam kekufuran. Sebagaimana dalil berikut:

لاَ يَقْبَلُ اللَّهُ لِصَاحِبِ بِدْعَةٍ صَوْمًا وَلاَ صَلاَةً وَلاَ صَدَقَةً وَلاَ حَجًّا وَلاَ عُمْرَةً وَ لاَ جِهَادًا وَلاَ صَرْفًا وَلاَ عَدْلاً يَخْرُجُ مِنَ الإِسْلاَمِ كَمَا تَخْرُجُ الشَّعَرَةُ مِنَ الْعَجِين
Allah tidak akan menerima puasanya orang yang berbuat bid’ah: shalatnya, shodaqahnya, hajinya, umrahnya, jihadnya, amalan fardhunya, dan amalan sunnahnya, ia keluar dari islam sebagaimana keluarnya helai rambut dari tepung adonan (bahasa Jawa: jeladren). 
- rowahu Ibnu Maajah

أَبَى اللَّهُ أَنْ يَقْبَلَ عَمَلَ صَاحِبِ بِدْعَةٍ حَتَّى يَدَعَ بِدْعَتَهُ
Allah menolak untuk menerima amal perbuatan bid’ah hingga dia meninggalkan bid’ahnya. 
- rowahu Ibnu Maajah

Imam Muhammad Abdurrohman Al-Mubarokfuri, yang menyusun kitab syarah Sunan at-Tirmidzi, menerangkan lebih gamblang lagi bahwa bid'ah adalah suatu jalan di dalam agama yang dibuat-buat tanpa dalil, yang menyerupai syariat agama, dikehendaki atasnya untuk "ngepol-ngepol-kan" dalam beribadah kepada Alloh. 

Maksudnya adalah; semua perbuatan yang menyerupai ibadah namun tidak ada dalilnya dari Al Quran, Al Hadits, maupun fatwa Khulafaur-Rosyidiin. Biasanya orang yang mengerjakannya bertujuan supaya lebih khusu' atau lebih mantap. Pengertian bid'ah ini terbatas pada bentuk ibadah mahdhoh (ibadah murni) semisal sholat, wudhu, adzan, puasa, haji, dan lain-lain. 

contoh: 
Pengucapan "nawaitu..." sebelum berpuasa, wudhu, "ush-sholli..." sebelum sholat, atau menabuh bedug terlebih dahulu sebelum dimulainya adzan, dan lain-lain. 

Atau bisa jadi itu adalah perkara yang menyerupai syariat Islam, yang dimaksudkan agar lebih khusu' dan pol ibadahnya, semisal perayaan 10 harian, atau 100 harian yang dikhususkan bagi orang yang telah meninggal dunia, meski di dalam acara tersebut terkandung ucapan-ucapan yang baik semisal ucapan tahlil dan pembacaan surat Yaasin yang ditujukan untuk si mayit. Dan lain-lain.

ciri-ciri umum: 

1. perkara baru ini melekat pada bentuk-bentuk ibadah mahdhoh, dan bila tanpanya, ibadah mahdhoh tersebut dianggap tidak afdhol bahkan tidak sah. bentuknya bisa perkataan/lisan maupun perbuatan.

2. meyakini bahwa perkara tersebut adalah suatu ibadah wajib yang tidak mungkin dimansukh, karena dianggap baik atau pol.

3. karena merupakan syarat, biasanya perkara baru ini dilakukan sebelum atau ketika seseorang melakukan ibadah mahdhoh tertentu, bukan setelah ibadah mahdhoh dilakukan. 

Adapun bila dikerjakan setelah ibadah mahdhoh, itu tidak selalu berkonotasi bid'ah. Sebagai contoh, syaikh Abdul Aziz bin Baaz (Ketua Komisi Riset dan Fatwa Islam, Saudi Arabia) mengatakan bahwa berjabat tangan setelah sholat itu hanya makruh. Tetapi saat ini rancu, mengingat banyak orang yang mengatakan bahwa hal tersebut merupakan bid'ah yang terlarang. Hal ini tentunya serupa dengan orang yang dengan mudahnya berfatwa bahwa memberikan siraman rohani (taushiyah/nasehat basyiron wa nadziron) kepada para hadirin di mesjid/musholla setelah sholat fardhu dihukumi sebagai bid'ah.

Ijtihad

Ijtihad adalah suatu usaha untuk mencari suatu hukum dari suatu permasalahan yang sifatnya kontemporer (tidak terjadi pada masa sebelumnya) dengan menggunakan alat-alat ijtihad dalam beristinbath (proses menggali dalil-dalil yang tegas berdasar kaidah-kaidah fiqih/ushul fiqih dalam Qur'an, Hadits, dan ijma' Khulafaur-Rosyidiin).

Misalnya, pada zaman Rosuululloh shollallohu 'alaihi wasallam umat Islam yang berhaji ke baitulloh tidak seperti saat ini yang jumlahnya berjuta-juta. Akibatnya seringkali sewaktu proses jumroh, banyak ummat muslim yang meninggal/teraniaya karena terinjak-injak orang yang ingin melempar jumroh. Maka saat ini jamarat dibentuk sedemikian rupa dengan posisi yang lebih lebar dan aman daripada sebelum-sebelumnya. Ini demi kepentingan dan kemashlahatan ummat dalam melakukan ibadah kepada Alloh. 

Hal semacam ini (yang telah disepakati bersama oleh para ulama dan ahli ilmu) tidak termasuk bid'ah. Ini adalah suatu bentuk respon zaman yang memang diperlukan untuk mengatur dan menyelamatkan nyawa ummat yang seringkali melayang dalam prosesi melempar jumroh.












Siapakah yang berhak berijtihad?

Yang berhak melakukan ijtihad adalah ulil amri dan para ulama/ahli ilmu yang sangat mengerti alat-alat ijtihad semisal fasih berbahasa Arab, faqih dalam agama, banyak pengetahuan agamanya (tidak sempit), dapat dipercaya, mengutamakan mashlahat, dan bukan termasuk orang yang meninggalkan sholat 5 waktu. 

Jenis-jenis ijtihad:

1. ijma', hasil kesepakatan para ulama dan ahli agama secara bermusyawarah untuk diikuti ummat.

2. qiyas, penyamaan suatu perkara yang belum pernah terjadi dengan perkara yang sebelumnya pernah terjadi, karena dianggap mempunyai kesamaan sifat/karakteristik. qiyas diambil dalam keadaan darurat. qiyas banyak dilakukan oleh para ahli ilmu (semisal imam 4) sebelum era pembukuan kitab-kitab hadits oleh para ahli hadits. 

3. ihtisan, suatu fatwa yang dikeluarkan oleh seorang ahli fiqih, karena ia merasa bahwa hal tersebut adalah benar.

4. mushalat murshalah, tindakan memutuskan masalah yang tidak ada naskhnya dengan pertimbangan kepentingan hidup manusia berdasarkan prinsip menarik manfaat dan menghindari kemudharatan.

5. sududz dzariah, tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentingan umat (muttawari'). semisal disamakannya hukum gambar mentol (timbul) dengan gambar yang tidak mentol menjadi haram demi alasan muttawari', karena banyak terjadi ikhtilaf di kalangan para ulama. 

6. istishab, tindakan menetapkan berlakunya suatu ketetapan sampai ada alasan yang bisa mengubahnya. hal ini banyak dilakukan oleh para ahli ilmu (semisal imam 4) sebelum era pembukuan kitab-kitab hadits oleh para ahli hadits.

7. urf, tindakan menentukan masih bolehnya suatu adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat setempat selama kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan aturan-aturan prinsipal dalam Qur'an dan Hadits. Misalnya: tradisi mudik pulang kampung menjelang Idul Fitri tiba, dan lain-lain.

Adapun dari masing-masing tujuh jenis ijtihad diatas, semuanya tidak boleh bertentangan dengan hukum agama atau kaidah-kaidah fiqih/ushul fiqih yang sudah jelas, tegas, dan terang (sharih).

Ijtihad yang ada pada masa kini hakikatnya tidak akan lari dari dalil-dalil sebagai berikut:

تِلْكَ أُمَّةٌ قَدْ خَلَتْ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَلَكُم مَّا كَسَبْتُمْ وَلاَ تُسْأَلُونَ عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ 
Itulah umat terdahulu, bagi mereka adalah apa yang mereka kerjakan (perjuangkan), dan bagimu adalah apa yang kamu kerjakan (perjuangkan). Dan kamu tidak dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang mereka kerjakan.
- Surat Al Baqoroh 134

إِنَّ اللّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنْفُسِهِمْ 
...sesungguhnya Alloh tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mau merubah (memperjuangkan) keadaan diri mereka sendiri...
- Surat Ar Ro'du 11

Muncul pertanyaan, "apakah ijtihad itu harus selalu sama di masing-masing negara yang sikon-nya belum tentu sama?". Kiranya ada baiknya pula kita perhatikan tanggapan dari salah satu ulama khalaf asal jazirah Arab, syaikh Ibnu Utsaimin, mengenai ijtihad sebagai berikut:

Pertanyaan:
Kapan diakuinya perbedaan pendapat dalam masalah agama? Apakah perbedaan pendapat terjadi pada setiap masalah atau hanya pada masalah-masalah tertentu? Kami mohon penjelasan.

Jawaban:
Pertama-tama perlu diketahui, bahwa perbedaan pendapat di kalangan ulama umat Islam ini adalah yang terlahir dari ijtihad, karena itu, tidak membahayakan bagi yang tidak mencapai kebenaran. Nabi صلی الله عليه وسلم telah bersabda,

إِذَا حَكَمَ اْلحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ
"Jika seorang hakim memutuskan lalu berijtihad, kemudian ia benar, maka ia mendapat dua pahala. Dan jika ia memutuskan lalu berijtihad kemudian salah, maka ia mendapat satu pahala."[1]

Maka, bagi yang telah jelas baginya yang benar, maka ia wajib mengikutinya. Perbedaan pendapat yang terjadi di antara para ulama umat Islam tidak boleh menyebabkan perbedaan hati, karena perbedaan hati bisa menimbulkan kerusakan besar, sebagaimana firman Allah, 

وَلاَ تَنَازَعُواْ فَتَفْشَلُواْ وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُواْ إِنَّ اللّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ 
"Dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (Al-Anfal: 46).

Perbedaan pendapat yang diakui oleh para ulama, yang kadang dinukil (dikutip) dan diungkapkan, adalah perbedaan pendapat yang kredibel dalam pandangan. Adapun perbedaan pendapat di kalangan orang-orang awam yang tidak mengerti dan tidak memahami, tidak diakui. Karena itu, hendaknya orang awam merujuk kepada ahlul ilmi, sebagaimana ditunjukkan oleh firman Allah سبحانه و تعالى, 

فَاسْأَلُواْ أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ
"Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui." (An-Nahl: 43).

Kemudian pertanyaan penanya, apakah perbedaan ini terjadi dalam setiap masalah?

Jawabnya:
Tidak demikian. Perbedaan ini hanya pada sebagian masalah. Sebagian masalah disepakati, tidak ada perbedaan, alhamdulillah, tapi sebagian lainnya ada perbedaan pendapat karena hasil ijtihad, atau sebagian orang lebih tahu dari yang lainnya dalam menganalisa nash-nash Al-Kitab dan As-Sunnah. Di sinilah terjadinya perbedaan pendapat. Adapun dalam masalah-masalah pokok, sedikit sekali terjadi perbedaan pendapat.

[1] HR. Al-Bukhari dalam Al-I'tisham (7325).
Rujukan: Dari fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin yang beliau tanda tangani. Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 2, penerbit Darul Haq.

Demikianlah sekilas tulisan saya mengenai bid'ah dan ijtihad. Semoga kita semua tidak rancu lagi dalam membedakan antara bid'ah dan ijtihad. Bilamana masih bimbang atau belum bisa membedakan mana bid'ah mana ijtihad, maka segeralah mendekat kepada para ulama dan ahli ilmu, agar kita tidak terkecoh dalam mengarungi roda zaman yang penuh dengan hal-hal yang syubhat. Mudah-mudahan Alloh senantiasa memberikan manfaat dan barokahNya. Amiin.

Jumat, 21 Juni 2013

LDII Membangun SDM Unggul Harapan Bangsa



Upaya LDII Membangun SDM Unggul Harapan Bangsa

Upaya-upaya ldii dalam membangun generasi unggul terbagi menjadi tiga (3) upaya; Upaya Religi (Keagamaan), Upaya Psiko-Sosiologis (pendekatan dengan ilmu psiko-sosial) dan Upaya Human Resources Management (Managemen SDM).

    Upaya Religi ( Keagamaan)

Beberapa referensi menunjukkan bahwa ciri-ciri keunggulan yaitu adanya keimanan yang utuh, amal ibadah yang meliputi ibadah madhoh dan ghoiru madhoh termasuk di dalamnya akhlakul karimah yang semuanya merupakan cerminan keimanan dan amal shalih.

1.1   Keimanan yang utuh

Keimanan kepada Allah SWT adalah modal dasar pembinaan ummah. Dengan keimanan

Itu akan lahirlah individu ldii yang unggul dan masyarakat yang berbudi luhur, berdisiplin dan beramanah demi kebaikan di dunia dan akhirat. Allah SWT berfirman:

“Demi masa sesungguhnya manusia itu berada dalam kerugian kecuali orang yang beriman dan beramal shalih dan nasihat-menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.”

Dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan bahwa manusia yang tidak rugi (beruntung) ialah mereka yang beriman beramal shalih.

Beriman kepada Allah adalah proses peralihan jiwa manusia dari menganggap dirinya bebas dari semua kekuasaan dan ikatan serta tanggung jawab, menuju kepada ketundukan mengaku tanpa syarat bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad adalah Rasulullah. Iman meliputi tiga unsur utama; pengetahuan yang mendalam, kepercayaan yang penuh dan keyakinan yang teguh. Ketiga unsur ini akan membentuk iman yang kukuh menjadi tonggak kekuatan rohaniyah yang cukup kental untuk membina jiwa dan jasmani manusia. Keteguhan iman juga merupakan penghalang baginya dari melakukan kejahatan dan maksiat.

Pelaksanaan Amal Ibadah/Shalih warga ldii

Keimanan tanpa ketaatan melalui amal ibadah adalah sia-sia. Warga ldii yang berpribadi unggul akan tergambar jelas keimanannya melalui amal perbuatan dalam kehidupan kesehariannya. Bahkan jika dikaji tujuan Allah  menjadikan manusia itu sendiri, ialah supaya beribadah kepadaNya. Firman Allah SWT :

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepadaKu.”

Ibadah adalah bukti ketundukan dan kepatuhan seorang hamba setelah mengaku beriman kepada Tuhannya. Ibadah yang dimaksud disini adalah ibadah madhoh dan ghoiru madhoh. Termasuk di dalam ibadah ghoiru madhoh adalah hubungan sesama manusia.

Justru itu, bagi individu yang berpribadi unggul, seluruh aktivitas hidunya, baik hubungannya dengan Sang Pencipta ataupun dengan masyarakat adalah diyakini sebagai ibadah.

Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya beruntung orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang khusyu’ dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.”
 Akhlak Mulia Warga LDII (Akhlaqul Karimah)

Akhlak mulia di tekankan pada warga ldii (akhlaqul karimah) agar menjadi pribadi unggul, pribadi unggul  adalah hasil keimanan yang kental. Ini disebabkan tali ikatan yang menjalin hubungan antara individu dengan masyarakat terbentuk melalui nilai-nilai dan disiplin yang diamalkan oleh anggota masyarakat tersebut.

Sekiranya nilai yang diamalkan itu positif maka akan lahirlah sebuah masyarakat yang aman, damai, harmoni dan diselubungi roh Islami. Rasulullah SAW adalah contoh utama pembentukan akhlak.

“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”

Dan dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”

Beberapa nilai yang baik dalam akhlak Islami yang menjadi tonggak amalan untuk melahirkan warga ldii menjadi  manusia unggul ialah:

Jujur

Jujur adalah sifat pribadi orang iman, yang apabila berkata benar, tidak dusta, tidak menipu, polos apa adanya, walaupun pada lingkungan dan keadaan seperti apa apapun.

Firman Allah :

“Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kalian kepada Allah dan hendaklah kalian berada bersama orang-orang yang jujur.”

 Sabda Rasulullah SAW :

“Tetapilah, kejujuran, sesungguhnya jujur itu menunjukkan pada perbuatan yang baik dan sesungguhnya perbuatan baik itu menunjukkan pada surge, dan tidak henti-hentinya seseorang berbuat jujur dan bersungguh-sungguh berusaha jujur sehingga ditulis di sisi Allah sebagai orang yang ahli jujur. Dan jauhilah dusta , karena dusta itu menunjukkan kepada fajir dan sesuhgguhnya perbuatan fajir mununjukkan pada neraka, dan tidak henti-hentinya seseorang berbuat dusta dan bersungguh-sungguh berusaha dusta sehingga ditulis di sisi Allah sebagai orang yang ahli dusta.”
 Penerapan Kejujuran Pada SDM Warga LDII

Kejujuran (sidiq) adalah cerminan sebuah kepribadian warga ldii yang sehat, ibarat bunga adalah melati, putih, bersih, indah, dan menebarkan bau harum di sekitarnya, dan semua orang tentu senang melihat dan ingin menciumnya. Orang yang jujur hidupnya akan tentram dan damai, oleh karena tidak ada kepalsuan dalam dirinya, tidak ada dusta, tidak menipu diri sendiri, sehingga hatinya akan tenang dan tidak wаѕ-wаѕ karena tidak ada kekhawatiran terbongkarnya sesuatu yang disembunyikan pada dirinya.

Amanah

Amanah adalah sifat mulia yang mesti diamalkan oleh setiap orang . Amanah adalah azas ketahanan umat, kehormatan dan rohnya keadilan Firmah Allah SWT :

“Maka hendaklah yang dipercaya itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya.”

 Ikhlas

Ikhlas merupakan inti setiap ibadah dan perbuatan. Firman Allah SWT :

“Dan mereka tidak diperintah kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama dengan lurus dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan yang demikian itulah agama yang lurus.”

Ikhlas akan menghasilkan kemenangan dan kejayaan. Remaja ldii  yang mengamalkan sifat ikhlas akan mencapai kebaikan dunia dan akhirat, dan mencapai kerukunan, persaudaraan, perdamaian dan kesejahteraan. Baca Selengakapnya di sini LDII

Jumat, 14 Juni 2013

Bangga

 
INGGRIS boleh bangga krna 'BAHASA' nya.
KAMBOJA boleh bangga krna 'BUDAYA' nya.
JEPANG boleh bangga krna 'TEKNOLOGI' nya.
U S A boleh bangga krna 'DUNIA ENTERTAINT' nya.
ARAB boleh bangga krna 'KA'BAH' nya.
AUSTRALIA boleh bangga krna 'KANGGURU & KOALA" nya.
PERANCIS boleh bangga krna 'MENARA EIFEL' nya.

tapi...

INDONESIA hrus lebih bangga punya ank "LDII" yng ank nya baik2, asik2, manis2, cntk2/ganteng2.all.....
Plieng PENTINK .qta haruz tTp brSyqur jDi aNag LDII. . . .g' pRlu mIndEr gRa" cAcianT yg g' pNtiNg. .. Tetap brtAhan memPeRtahan.kan hIdayah iNi. . .gAMBaTe
. SetJu.

=> salam JHOKAM LDII

Silaturahmi Ketum DPP LDII Bersama Ulama, Pejabat dan Ormas Islam

Medan (Infomas) Ketua Umum (Ketum) DPP LDII ( Lembaga Dakwah Islam Indonesia) Prof Dr KH Abdullah Syam MSc menegaskan, Organisasi Kemasyarakat (Ormas) Islam yang dipimpinnya bukanlah organisasi yang mengajarkan dan bukan pula penerus ajaran Islam Jamaah.
“Tidak benar LDII menjadi penerus ajaran Islam Jamaah. Bahkan, kita yang membina jamaah dari Islam Jamaah agar kembali kepada ajaran Alquran dan Sunnah Rasulullah SAW (Al-Hadits),” katanya dalam ceramahnya pada acara silaturahminya bersama ulama, pejabat pemerintah dan pimpinan Ormas Islam di Gedung Majlis Taklim Jabal Noor Jalan Ngalengko No 13 Medan, Sabtu (27/4) malam.
Dalam acara yang dipandu Al-Ustadz Drs H Hamid Mashudi, turut hadir di antaranya Pimpinan Majlis Taklim Jabal Noor yang juga Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI Medan Al-Ustadz KH Zulfiqar Hajar, Kakanwil Kemenagsu Drs H Abdul Rahim M. Hum, Ketua Komisi Ukhuwah MUI Sumut dan Medan Dr H Maratua Simanjuntak dan Drs H Hasyim Syahid, Ketua LDII Sumut dan Medan Ir H Agus Purwanto dan H Hasoloan Simanjuntak ST serta Prof Dr H Darsono dan Prof Dr H Basyaruddin MS. Sedangkan turut mendampingi Ketum DPP LDII dari Jakarta, yakni Ketua DPP LDII Dr Ir H Shobar Wiganda MSc dan Harry Sumiarto SH (Departemen Hukum & HAM).
Dalam kegiatan itu, banyak masukan yang diterima LDII melalui dialog dari audiens yang hadir untuk kemajuan Ormas Islam ini ke depan, termasuk dalam mengantisipai masih adanya tudingan dari segelintir pihak yang menganggap LDII sebagai ajaran sesat.
Sementara pada Sabtu pagi, Ketum DPP LDII KH Abdullah Syam dan rombongan meninjau lokasi pembangunan Masjid dan Pesantren Tahfizhul Quran Majlis Taklim Jabal Noor di Jalan Sei Mencirim Gang Abadi Desa Medan Krio Kecamatan Sunggal, Deli Serdang.
Sebelumnya Lemkari
Menurut KH Abdullah Syam, sebelum bernama LDII, Ormas Islam ini bernama Lemkari (Lembaga Karyawan Islam) yang didirikan 1 Juli 1972. Sedangkan dalam perjalanan Ormas Islam ini mendapat sorotan dan protes dari berbagai pihak, termasuk Rudini (waktu itu sebagai Mendagri) yang organisasi ini mirip dengan Lemkari (Lembaga Karate Do Indonesia) yang dipimpinnya.
Namun, lanjutnya, pada Musyawarah Besar (Mubes) IV Lemkari tahun 1990, maka nama organisasi diubah menjadi LDII hingga sekarang yang bergerak dalam bidang dakwah dan karya. Pada tahun 2006, pihaknya bertemu dengan Ketua Komisi Fatwa MUI Pusat KH Ma’ruf Amin untuk mengklarifikasi keberadaan LDII yang berubah dengan paradigma baru.
“Setelah kita jelaskan apa sebenarnya LDII dengan visi dan misinya, Bapak KH Ma’ruf Amin akhirnya menerima keberadaan kita. Jadi, sejak tahun 2006, LDII menjalankan paradigma baru sesuai keputusan Komisi Fatwa MUI Pusat. Paradigma baru ini juga dijelaskan dalam Musyawarah Nasionalnya yang dalam Rencana Staregi (Renstra) melaksanakan rencana aksi di antaranya ‘dakwah bil hal,” jelas KH Abdullah Syam yang dipercaya sebagai Ketua Umum LDII sejak tahun 1998.
Berubah dan terbuka
Sebelumnya, Al-Ustadz KH Zulfiqar Hajar menilai, keberadaan LDII saat ini sudah berubah dan terbuka, karena menerapkan paradigma baru.
Ustadz dan ulama kondang ini pada mulanya sempat menilai LDII ini sebagai organisasi yang mengajarkan ajaran sesat, namun setelah melakukan “muhibbah tabayyun” beberapa kali ke markasnya di Kediri dan Jombang, ternyata apa yang dituduhkan segelintir umat Islam bahwa LDII mengajarkan ajaran sesat-menyesatkan tidak benar. Bahkan, ada tudingan bahwa jamaah LDII tidak mau berimam dengan orang lain di luar LDII dalam salat berjamaah, itu juga tidak benar.
“Saat saya bertemu Pak KH Ma’ruf Amin di Jakarta, saya tanyakan:‘apakah LDII itu sesat?”. Beliau menjawab :‘LDII itu adalah saudara kita’.
Sementara itu, H Maratua Simanjuntak berterimasih kepada KH Zulfiqar Hajar yang mampu menjembatani silaturahmi Ketua Umum DPP LDII dengan ulama dan Ormas Islam di Sumut. Sehingga, tuduhan yang dilontarkan selama ini kepada LDII menjadi terbuka dan terjawab bahwa semua tuduhan itu tidak benar.
“Melalui silaturahami yang disambut terbuka oleh LDII, maka anggota MUI Sumut bisa masuk ke dalam LDII untuk melihat langsung kegiatan keagamaan jamaahnya,“ujarnya.

ALLAH MEMBERI KEIMANAN PADA HAMBANYA YG DIA CINTAI


إِنَّ اللهَ يُعْطِي الدُّنْيَا مَنْ يُحِبُّ وَمَنْ لاَ يُحِبُّ ، وَلاَ يُعْطِي الإيْمَانَ إِلاَّ مَنْ
يُحِبُّ

“Sesungguhnya Allah memberi dunia pada orang yang Allah cinta maupun tidak. Sedangkan iman hanya diberikan kepada orang yang Allah cinta. (HR.Bukhari)

Sebagian kita menyangka bahwa harta adalah segalanya. Dengan harta pun semuanya makin mudah. Bersyukur memang jika kita berharta, apalagi jika kita dapat menyalurkan harta tersebut pada jalan kebaikan. Namun bagaimana jika kita luput dari dunia. Harta kita barangkali amblas, hilang, dirampas. Sebenarnya, itu pun patut kita syukuri jika Allah masih memberi kita keimanan.

Ingatlah keimanan itu begitu berharga karena iman hanya spesial untuk orang beriman.Imanan hanya diberikan kepada hamba yang Allah pilih. Iman hanya terkhusus bagi siapa yang Allah cinta. Bedanya dengan harta, orang kafir pun bisa mendapatkan bagiannya. Lihat saja jajaran orang kaya di dunia, mulai dari Biil Gates, George soros dan Roman Abramovich. Orang beriman dan orang yang sangat kufur sekali pun sama-sama diberi harta. Sedangkan bagaimana dengan iman? Iman hanya ada pada sisi orang beriman. Maka inilah yang patut kita sykuri. Meskipun dunia tidak kita dapat, kita harus tetap bersyukur masih ada sedikit harta yang Allah beri. Meskipun harta kita terbatas, masih ada iman yang begitu berharga yang masih kita rasakan nikmatnya.

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,

إِنَّ اللهَ يُعْطِي الدُّنْيَا مَنْ يُحِبُّ وَمَنْ لاَ يُحِبُّ ، وَلاَ يُعْطِي الإيْمَانَ إِلاَّ مَنْ يُحِبُّ
“Sesungguhnya Allah memberi dunia pada orang yang Allah cinta maupun tidak. Sedangkan iman hanya diberikan kepada orang yang Allah cinta. (HR.Bukhari)

Syukurilah yang sedikit karena masih ada iman, nikmat tiada tara yang Allah beri. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ
“Barang siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri sesuatu yang banyak.”( HR. Ahmad)

Iman dan takwa itu begitu berharga. Oleh karenanya, selalu mintalah pada Allah iman dan takwa. Meski hidup pas-pasan, jangan sampai iman ini digadaikan hanya karena sesuap nasi atau indomie. Mohonlah pada Allah, jangan sampai iman ini hilang di saat malaikat maut mencabut nyawa kita. Iman dan takwa itulah tanda Allah cinta. Sedangkan harta belum tentu tanda Allah cinta pada hamba.

Agar tidak banyak berulang,kami izinkan kepada semua yang ingin memanfaatkan artikel yang kami susun ini untuk disebarkan untuk tujuan dakwah. Semoga Alloh memberkahi kehidupan kita semua dalam naungan ridho Nya

Suryo – Pelari Tercepat Se-Asia Tenggara

Salah Satu Bukti Kontribusi Warga LDII Untuk Negara Indonesia

http://ldiijatim.com/suryo-pelari-tercepat-se-asia-tenggara/

Siapa nggak bangga? Sebagai anak bangsa, saya bangga sekali ketika melihat foto anak negeri terpampang di mass media. Dengan tampilan besar dan latar belakang merah putih berkibar dengan label besar, “Orang Tercepat se Asia Tenggara.” Sudah begitu, memecahkan rekor dengan medali emas untuk lari paling bergensi yaitu 100 meter putra di SEA Games XXV di Laos.

PUASA SEBENTAR LAGI

Bulan Ramadhan sebentar lagi akan tiba, sudah siapkah kita untuk menyambutnya? Bisa jadi inilah Ramadhan terakhir kita sebelum menghadap kepada Yang Maha Kuasa. Betapa banyak orang-orang yang pada tahun kemarin masih berpuasa bersama kita, melakukan shalat tarawih dan idul fitri di samping kita, namun ternyata sudah mendahului kita dan sekarang mereka telah berbaring di ‘peristirahatan umum’ ditemani hewan-hewan tanah. Kapankah datang giliran kita?



Dalam dua buah hadits, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan kondisi dua golongan yang saling bertolak belakang kondisi mereka dalam berpuasa dan melewati bulan Ramadhan:

Golongan pertama digambarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya:

من صام رمضان إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه

“Barang siapa yang berpuasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala, maka akan dosanya yang telah lalu akan diampuni.”(HR. Bukhari dan Muslim)

Golongan kedua digambarkan oleh beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya:

رب صائم حظه من صيامه الجوع والعطش

“Betapa banyak orang berpuasa yang hanya memetik lapar dan dahaga.”(HR. Ibnu Majah)

Akan termasuk golongan manakah kita? Hal itu tergantung dengan usaha kita dan taufik dari Allah ta’ala.



Tawakal kepada Allah adalah merupakan suatu hal yang paling penting untuk menyongsong musim-musim ibadah semacam ini; untuk menumbuhkan rasa lemah, tidak berdaya dan tidak akan mampu menunaikan ibadah dengan sempurna, melainkan semata dengan taufik dari Allah.

Selanjutnya kita juga harus berdoa kepada Allah agar dipertemukan dengan bulan Ramadhan dan supaya Allah membantu kita dalam beramal di dalamnya. Ini semua merupakan amalan yang paling agung yang dapat mendatangkan taufik Allah dalam menjalani ibadah dibulan bulan Ramadhan.



Selamat menyambut Bulan Paling Agung , Bulan Ramadhan Semoga Allah Swt selalu memberikan taufik dan hidayahNYA kepada kita semua. Aman selamat lancar dan barokah. LURUSKAN NIAT

Minggu, 09 Juni 2013

Fatwa LDII Menurut MUI

Menurut Fatwa Majelis Ulama Indonesia, ada beberapa point yang menyebabkan ke-Islaman suatu golongan di anggap sesat, seperti yang sudah di tulis di artikel sebelumnya Fatwa LDII dan Kesesatan LDII

Selain itu Kejaksaan Agung mengeluarkan Fatwa Haram, dan pelarangan terhadap aliran Jamaah Islamiyah. Dan sayangnya ada beberapa golongan yang mengalamatkan pelarangan tersebut kepada LDII, menuduh LDII adalah Jamaah Islamiyah. Hanya berupa tuduhan dan tidak punya bukti, karena memang tidak bisa dibuktikan, LDII bukan Jamaah Islamiyah!
Sekarang mari kita bertukar posisi dan balik bertanya, apa pantas orang atau golongan tukang FITNAH, masih layak di sebut umat Nabi Muhammad! apakah tidak sebaliknya mereka yang berada dalam kegelapan atau keseatan,.... satu jari menunjuk sesat ke pada LDII, sedangkan 4 jadi lainya menunjukan sesat kepada dirinya!
Tidak henti-hentinya dan tidak bosan-bosanya mereka bergunjing, menebar kebencian, menanamkan kebencian kepada masyarakat menggaung-gaungkan LDII Sesat, apa ini yang di sebut sebagai seorang hamba yang beriman??!!
Semoga rahmat Allah bersama anda saudaraku, semoga Allah melindungi anda saudaraku, sehingga saudaraku bukan dari golongan orang-orang yang di sebutkan di atas.

Fatwa LDII

Bisa kita simpulkan bersama fatwa ldii yang di keluarkan oleh MUI, bukan berisi pelarangan, fatwa pelarangan dari kejaksaan agung bukan untuk LDII. Buktinya sampai saat ini LDII masih eksis dan berkembang pesat. Seandainya Fatwa LDII dari pihak terkait menyatakan haram atau sesat pastinya sekarang sudah tidak ada lagi yang namanya LDII.

Jadilah muslim yang cerdas, jadilah muslim yang mutawari, selalu berhati-hati dalam menyikapi informasi. Puji syukur Alhamdulillah anda telah di tuntun Allah menuju blog ini, walaupun dengan gaya bahasa yang seadanya semoga bisa bermanfaat untuk anda.

Fatwa LDII menurut MUI ataupun Kejaksaan Agung bukan berisi pelarangan, atau pernyataan sesat! LDII tidak sesat, LDII tidak menyimpang, LDII berpedoman kepada Al Qur'an dan Al Hadits, Ijma + Qiyas, apakah itu sebuah kesesatan? Kalaupun itu di nyatakan sesat, lha terus yang menyatakan sesat itu sendiri memangnya berpedoman kepada apa???? babad jawa? atau Kitab Empu Gandring?
Kalau sama-sama berpedoman kepada Al Qur'an dan Al Hadits, tidak ada alasan apapun untuk menuduh LDII Sesat! dan silakan di kaji lagi Al Qur'an dan Al Haditsnya, bagaimana cara berbudi pekerti dalam menjaga Ukhwah Islamiyah.

Di Balik Tuduhan Sesat, Ada Kecemburuan Karena Ketidak Mampuan!!

Selama bertahun-tahun bahkan puluhan tahun, kalian masih gigih berusaha menghancurkan LDII, menuduh LDII Sesat, menuduh LDII adalah wajah baru dari Jamaah Islamiyah, dan selama berpuluh-puluh tahun pula kalian hidup dalam kekecewaan, serta penderitaan yang kalian buat sendiri.

Apa itu yang dilakukan oleh seorang hamba yang beriman? yang notabene kalian menuduh LDII sesat, dan kalian yang tidak sesat, kalian yang benar dalam beribadah sebagai seorang hamba muslim.

Apakah dengan kebencian kalian bisa khusuk beribadah? apakah dengan dengki kalian tidak takut menodai keimanan kalian, atau jangan-jangan kalian sudah tidak takut lagi karena kalian tidak punya lagi keimanan?
Silakan kembali mengaji kepada guru kalian dan bertanyalah? renungkan kembali dan bertobatlah.

Kalian-kalian dengan gigih menuduh LDII sesat, menuduh LDII mengajarkan kesesatan, dengan segala daya upaya berusaha melenyapkan LDII, dari mulai membakar dan menghancurkan mesjid-mesjid LDII, sampai membantai para ulama, dai dan pengajar LDII. Mempolisikan mereka dengan tuduhan yang di buat-buat.

Seperti itukah seorang hamba yang beriman? memfitnah? menganiaya? Itukah ajaran Islam yang kalian terima dari guru-guru kalian, yang kalian anggap benar?

Apakah nahi munkar yang kalian jadikan alasan? sesungguhnya kalianlah yang perlu di amar ma'ruf.

Dalam LDII, tidak ada ajaran yang mengajarkan kebencian, tidak ada ajaran untuk saling bermusuhan, kami selalu di tekankan untuk menjadi sebagai seorang muslim dan warga negara yang baik, selalu menghargai dan menghormati orang-orang di sekitar kami.

Selama ini kami diam bukan berarti kami takut, tapi bagi kami ada hal yang lebih penting ketimbang meladeni sekumpulan orang-orang yang frustasi.Tapi jangan kuatir karena do'a kami selalu bersama  kalian, semoga Allah memberikan hidayah, dan kalian bisa menemukan kebenaran yang terang dalam Islam. Amiiien

Kemurnian Agama Islam bisa diukur dari 3 aspek:

1. Murni pedomannya yaitu Al Quran dan Al Hadist2. Murni pengamalannya, tidak dicampuri bid’ah, syirik, tahyul, dan kemaksiatan/pelanggaran
3. Murni niatnya, niat karena Allah; semata-mata bertujuan ingin masuk Surga selamat dari neraka

Dalam Al Quran dan Al Hadist telah dimuat ketentuan-ketentuan, hukum-hukum dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan perintah atau larangan, halal atau haram, pahala atau dosa dan surga atau neraka.
Umat Islam yang beribadah kepada Allah dengan berpedoman murni pada Al Quran dan Al Hadist tidak dicampuri dengan perbuatan syirik, khurofat, tahayul dan maksiat serta didasari niat karena Allah, semata-mata tujuan mencari Surga Allah dan takut akan siksa Allah berupa Neraka dijamin;

* PASTI BENAR,
* PASTI SAH,
* PASTI DITERIMA oleh ALLAH dan
* PASTI MASUK SURGA

I. Murni Pedomannya: Al Quran dan Al Hadist
Al Quran dan Al Hadist adalah pedoman agama Islam yang diakui oleh seluruh umat Islam di dunia.
Al Quran
adalah firman Allah
Al Hadist
adalah sunnah Rosulullah yang terdiri dari semua ucapan dan perbuatan Rosulullah SAW dan semua pengakuan terhadap ucapan dan perbuatan para sahabat dan yang dicita-citakan oleh Rosulullah SAW.

Firman Allah yang Maha Luhur:
1. Quran Surat Al An’am ayat 153
وَأَنَّ هَـذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُواْ السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Dan sesungguhnya ini (Al Quran) adalah jalanKu yang benar maka ikutilah, dan janganlah mengikuti setiap jalan, maka akan tersesat kamu sekalian dari jalan Allah”.

2. Quran Surat Azzuhruf ayat 43
فَاسْتَمْسِكْ بِالَّذِي أُوحِيَ إِلَيْكَ إِنَّكَ عَلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ
“Maka berpegang teguhlah dengan apa-apa yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad), sesungguhnya engkau berada di jalan yang benar”.

3. Quran Surat Al Hasr ayat 7
مَّا أَفَاء اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاء مِنكُمْ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan apa-apa (peraturan) yang Rasul datangkan pada kalian maka ambillah, dan apa-apa yang Rasul melarang maka jauhilah”.

4. Quran Surat An Nisa’ ayat 13
تِلْكَ حُدُودُ اللّهِ وَمَن يُطِعِ اللّهَ وَرَسُولَهُ يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Demikian itu undang-undang Allah. Barang siapa taat kepada Allah dan UtusanNya (Allah) akan memasukkannya ke dalam Surga yang mengalir dari sekitar Surga beberapa sungai, mereka kekal di dalamnya. Demikian itu keuntungan yang luar biasa besar”.

Sabda Rosulullah SAW:

1.
عَنْ مَالِكٍ أَنَّهُ بَلَغَهُ أنَّ رَسُولِ اللهِ صَلَى اللَّه عَلَيهِ وَسَلَمَ قَالَ تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابِ اللهِ وَ سُنَّةِ نَبِّهِ * رواه مالك فى الموطأ
“Aku (Nabi) telah meninggalkan kepada kamu sekalian dua perkara. Kalian tidak akan tersesat (pasti benarnya) selagi berpegang teguh pada keduanya, yaitu Kitabillah (Al Quran) dan Sunah Nabi (Al Hadist)”.
Hadist riwayat Malik
2.
فَإنَّ هَذَا الْقُرْأَنْ طَرَفُهُ بِيَد اللهِ وَ طَرَفُهُ بِأَيْدِكُمْ فَتَمَسَكُوْا بِهِ، فَإِنّكُمْ لَنْ تَهْلِكُوْا وَلَنْ تَضِلّوْا بَعْدَهُ أَبَدًا * رواه الطبرانى
“Maka sesungguhnya ini Al Quran ujungnya yang satu di tangan Allah dan ujung satunya di tangan kalian, maka berpegang teguhlah pada Al Quran. Maka sesungguhnya kalian tidak akan rusak selamanya (pasti selamat) dan tidak akan tersesat (pasti benar) bila berpegang tteguh pada Al Quran”.
Hadist riwayat Thobroni
3.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ صَلَى اللَّه عَلَيهِ وَسَلَمَ طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةُ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ ... الحديث * رواه ابن ماجه
“Mencari ilmu itu kewajiban bagi setiap orang Islam”.
Hadist riwayat Nasa’I dari Anas bin Malik
4.
العِلْمُ ثَلَاثَةٌ وَمَا سِوَى ذَلِكَ فَهُوَ فَضْلٌ ءاَيَةٌ مُحْكَمَةٌ أَوْ سُنَّةٌ قَائِمَةٌ أَوْ فَرِيْضَةٌ عَادِلَةٌ * رواه أبوداود عن عبدالله بن عمرو بن العاص
“Ilmu (yang wajib di cari) itu ada tiga, adapun selain dari tiga itu merupakan lebihan (tidak wajib dicari); ayat yang muhkam (Al Quran) Sunnah yang tegak (Al Hadist) atau ilmu faroid yang adil (ilmu pembagian waris)”.
Hadist riwayat Abu Dawud dari Abdulloh bin U’mar bin A’sh

Rabu, 20 Februari 2013

Cara Beribadah Warga LDII


Berbedakah Cara Ibadah Warga LDII dengan Umat Islam Lainnya ??


Ibadah Orang Islam
Jawabnya TIDAK .. !!
Rukun Islam ada 5, satu di antaranya shalat. Sedangkan dalam shalat ada 13 rukun dimulai Takbiratul Ihram hingga Salam. Dalam shalat wajib 5 waktu, warga LDII juga melaksanakan 13 rukun yang diwajibkan.
Memang sedikit terjadi perbedaan dalam shalat. Itu pun hanya “fur’iyyah” yang tidak perlu didiskusikan.Yakni, mereka tidak “menzaharkan” membaca Bismillah, tetapi hanya “mensirkan” serta tidak membaca doa qunut pada Shalat Shubuh, tetapi mereka tetap mengangkat tangan ketika KH Zulfiqar Hajar memimpin doa usai taushiyah.
Dari perjalanan “Muhibbah Tabayyun” ke 2 Ponpes LDII di Ponpes Wali Barokah Kediri dan Ponpes Gadingmangu di Jombang tidak terlihat sama sekali penyimpangan dalam shalat. Santri-santriwati yang berjumlah 2.000an di setiap Ponpes secara khusyu’ mengikuti setiap prosesing dalam shalat tersebut. Bahkan, imam dalam shalat tersebut hafiz Alquran lulusan Mekkah (Arab Saudi).
Ada keistimewaan kedua Ponpes itu yang (mungkin) tidak dipunyai Ponpes-ponpes milik Ormas Islam lainnya. Yakni, para santri-santriwati membaca Alquran setelah shalat sunnah (rawatib) pada setiap shalat wajib hingga muazzin mengumandangkan qomat.
Selain itu, mereka setiap malam melaksanakan “Shalat Malam” (Shalat Tahajjud) dimulai pukul 02.00-03.00 WIB serta senantiasa mengucapkan “Shallallahu alaihi wasallam” ketika pentaushiyah mengajak bershalawat kepada Rasulullah SAW.
Dalam bidang kebersihan, seharusnya umat Islam mau belajar dengan LDII. Sebab, LDII benar-benar mengamalkan Hadits Nabi Muhammad SAW yang berbunyi “ “Annazhofatu minal iman” (kebersihan itu bagian dari iman).
Rombongan ulama termasuk wartawan Skala menyaksikan secara langsung, bagaimana kebersihan itu harus senantiasa dijaga. Tidak saja kamar tidur yang bersih dan teratur, bahkan kamar mandi juga sangat bersih dengan nenyediakan sandal/selop serta ada “batasan suci”, sehingga sandal/selop tidak boleh berada di tempat “batasan suci” serta lantai dalam dan luar setiap gedung senantiasa tetap bersih.
Satu hal sangat mengagumkan, usai shalat wajib, rombongan ulama menyaksikan sepatu dan sandal/selop tersusun rapi di anak tangga masjid dalam posisi siap pakai.
Begitu juga kebersihan anak dan pegangan tangga serta lantai yang berada di menara agung Masjid Baitul A’la di Ponpes Wali Barokah Kediri setinggi 99 meter atau 23 lantai (Asmaul Husna) yang di kubahnya terdapat 60 Kg emas murni sangat bersih. Ini terbukti tidak berdebu. Begitu juga lantainya, sehingga rombongan ulama Medan yang naik hingga ke puncak menara tidak merasakan adanya kotoran di tangan dan kaki, karena rombongan hanya “berkaki ayam”.
Selain senantiasa menjaga kebersihan, warga LDII juga sangat disiplin, rukun, kompak dan sangat memuliakan tamu yang berkunjung dengan memberikan fasilitas sangat memadai. Mereka benar-benar mengamalkan Hadits Rasulullah SAW yang maknanya :”Siapa-siapa yang berman kepada Allah dan Hari Akhirat, maka hendaklah dia memuliakan tamu”.
Jadi, tidak mengherankan tetamu datang dari berbagai penjuru nusantara. Tidak saja dari seputaran Pulau Jawa saja, tetapi juga dari pula-pulau lain beragam provinsi da kabupaten/kota datang “bertabayyun” ke dua Ponpes LDII itu.
Dalam pengajaran, para santri-santriwati tidak “alergi” dengan pentaushiyah dari luar LDII. Seperti taushiyah disampaikan KH Amiruddin MS dan Drs H Amhar Nasution MA usai Shalat Shubuh dan Zuhur. Ini artinya, warga LDII sudah bersifat terbuka tidak eksklusif sebagaimana yang terjadi pada paradigma lama. Namun, dengan paradigma baru, mereka lebih terbuka lagi kepada masyarakat umum.
Paradigma baru ini bukan dalam perbaharuan akidah. Mereka tetap mengakui Allah sebagai Tuhan Yang Mahaesa dan Nabi Muhammad bin Abdullah SAW sebagai Rasul dan utusan Allah, berpegang teguh kepada Alquran dan Sunnah Rasulullah SAW (Hadits) serta patuh kepada pemimpin dan ulama.
Dalam bidang sosial-kemasyarakatan, baik sebagai tuan rumah maupun peserta, warga LDII ikut aktif. Seperti kegiatan-kegiatan ilmiah dan keagamaan semisal MTQ dan berbagai pelatihan kepemimpinan serta kegiatan lain berupa khitanan massal, penghijauan dan gotong-royong. (HA Ramadhan)
TAUSHIYAH: Ribuan santri-santriwati Ponpes Wali Barokah LDII Kediri terlihat serius dan khusyu’ mendengarkan tauhsiyah Buya KH Amiruddin MS usai Shalat Subuh di Masjid Baitul A’la Ponpes itu, Selasa (14/6). (Foto: Skala/Ramadhan)
ASMAUL HUSNA: Menara Masjid Baitul A’la Ponpes Wali Barokah Kediri mendapatkan julukan menara “Asmaul Husna”, karena berketinggian 99 M dengan 23 lantai. (Foto: Skala/Ramadhan)

"AFTER NEW PARADIGM" - Catatan Para Ulama tentang LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia)

THURSDAY, AUGUST 21, 2008


1. KH Ma`ruf Amin - Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Pusat


LDII Harus Berani Menindak Jamaahnya yang Tidak Mau Melakukan Perubahan

Kita bisa mentolelir perbedaan, tetapi tidak bisa mentolelir penyimpangan. Penyimpangan ini harus diamputasi. Kita memberikan kesempatan kepada orang yang menyimpang itu untuk rujuk ilal haq. Kita mengeluarkan fatwa tentang sesatnya suatu kelompok jika kita telah melakukan investigasi secara mendalam terhadap kelompok itu.

LDII adalah salah satu lembaga yang fatwa terhadapnya terkait dengan Islam Jama’ah, karena ada prinsip-prinsip Islam Jama’ah yang dianggap menyimpang. Adapun fatwa MUI khusus tentang LDII tidak ada, namun jika ia menggunakan ajaran-ajaran Islam Jama’ah yang prinsip-prinsipnya menyimpang itu, maka ia terkait juga dengan fatwa tentang kesesatan Islam Jama’ah. Memang ada satu keputusan Munas MUI yang menyinggung nama. Dalam satu rekomendasi dinyatakan bahwa “Aliran sesat itu seperti Ahmadiyah, LDII.... .“ Kalimatnya berbunyi seperti itu. Kenapa LDII dijadikan bagian yang sesat? Karena LDII dianggap sebagai penjelmaan Islam Jama’ah.

Sesudah itu, LDII berusaha meninggalkan hal-hal yang menyebabkan kesesatannya itu. Mereka meminta audiensi ke MUI Pusat untuk mensosialisasikan apa yang disebutnya sebagai paradigma baru. Paradigma baru ini menegaskan bahwa LDII tidak menggunakan ajaran Islam Jama’ah sebagai satu landasan, meski dalam beberapa ajaran ada yang sama, yang berkaitan dengan amaliah, bukan i`tiqadiyah. Mereka meninggalkan ajaran Islam Jama’ah seperti menganggap najis kelompok lain. Mereka tidak lagi mencuci bekas tempat shalat orang lain, tidak mengkafirkan kelompok lain. Bahkan, mereka bersumpah di hadapan MUI Pusat bahwa itu bukanlah taqiyah. Sesudah itu mereka membuat pernyataan tertulis untuk menegaskan perubahan itu.

Dalam memandang LDII, MUI Pusat terbagi dalam dua pendapat. Pertama, kita menerima, kemudian kita lakukan penyesuaian ke daerah. Klarifikasi secara nasional diberikan, sedangkan klarifikasi di daerah diberikan secara parsial. Kedua, ada juga kelompok yang sangat mencurigai LDII, dan meminta klarifikasi dilakukan dari tingkat bawah (bottom up), baru klarifikasi nasional. Dengan demikian, ar-ruju’ ilal haq dilakukan secara qaulan wa fi`lan (dalam ucapan dan tindakan), bukan hanya statemen.

Ketika LDII dianggap melakukan ar-ruju` ilal haq, LDII dianggap sebagai entitas yang pernah melakukan penyimpangan, karena LDII dikaitkan dengan Islam Jama’ah. Dalam perjalanannya, LDII memiliki keinginan untuk kembali kepada kebenaran. Namun, ada kelompok-kelompok yang sangat keras, menentang, seolah-olah LDII tidak boleh bertaubat.

LDII sekarang dalam tahap verifikasi secara kelembagaan maupun secara grass roots. Saya melihat, secara kelembagaan mereka tidak ada masalah, dari pengurus pusat hingga pengurus daerah memiliki satu kata. Namun di tingkat bawah, kemungkinan masih ada masalah, karena masih ada generasi LDII yang berpegang pada Islam Jama’ah. Namun demikian, kondisi di bawah tidak sepenuhnya bisa kita jadikan indikasi bahwa LDII belum berubah. Kita meminta ketegasan dari pengurus LDII dalam menyikapi kadernya yang masih meneruskan ajaran Islam Jama’ah. Kelompok-kelompok yang tidak patuh harus dinyatakan bukan bagian dari LDII. Sehingga LDII tidak lagi terkontaminasi oleh kelompok-kelompok itu.

...

2. KH Alie Yafie - Tokoh Ulama


Tidak Boleh Sembarang, Tanpa Penelitian
Saya ingin menyampaikan bahwa memang menarik mengkaji perkembangan Islam di Indonesia. Bagian dari perkembangan tersebut, kita harus lihat LDII di situ. Jadi kita tidak boleh (menuding) sembarang, tanpa data dan fakta dari hasil penelitian. Karena saya tidak punya data yang cukup, saya tidak ingin memberikan vonis kepada LDII. Jadi saya anjurkan untuk melakukan penelitian yang mendalam, secara kekerabatan, tidak seperti polisi atau jaksa yang sedang menyelidik.

Intinya secara ukuwah Islamiyah. Jadi tahu bagaimana sejarahnya, apa faktor-faktor yang mempengaruhinya, dan lain sebagainya. Jadi, sebagai ilmuwan, kita tidak boleh ngomong seperti orang awam. Itu harapan saya.

...

3. Prof. Dr. H. Utang Ranuwidjaya - Ketua Komisi Pengkajian dan Pengembangan MUI Pusat

LDII Perlu Konsisten dengan Paradigma Barunya
Konsep paradigma baru LDII sudah bagus kalau dilihat dari paparan yang mereka sampaikan. Hal itu saya kemukakan berdasarkan pemantauan saya di beberapa tempat seperti di Jakarta, Surabaya, Lampung dan Kediri. Sebenarnya, dengan paradigma baru tersebut, mereka ingin meninggalkan paham-paham yang dulu diwariskan oleh Islam Jama’ah. Bahkan sekarang, justru mereka ingin membersihkan paham-paham Islam Jama’ah tersebut, jika memang masih ada di dalam tubuh gerakan LDII. Paradigma baru LDII adalah suatu cerminan bahwa mereka ingin kembali ke pangkuan Majelis Ulama Indonesia untuk mendapatkan pembinaan, dan merupakan keinginan bersatu LDII dengan segenap kekuatan Islam Indonesia.

Namun demikian, proses sosialisasi paradigma baru LDII yang mereka lakukan baru sampai tingkat PAC, belum sampai ke grass roots. Kalau begitu kenyataannya, sosialisasi tersebut harus terus ditingkatkan dan diupayakan secara cepat dan maksimal. Selama ini, memang kita masih melihat dan mendengar laporan dari para pengurus atau pimpinan Majelis Ulama Indonesia, baik di Provinsi, Kabupaten atau Kota maupun MUI Kecamatan di mana di beberapa tempat masih ada pola-pola lama yang mereka terapkan.

Tapi pada umumnya, informasi dari MUI Provinsi dan Kabupaten atau Kota menyatakan bahwa sudah bagus pembinaan di internal LDII. Mereka (LDII) juga sudah membuka komunikasi dengan MUI dan ormas-ormas yang lain, meski di beberapa tempat masih terdapat kekakuan dari pihak LDII sendiri dalam berbaur dan dalam meninggalkan kesan-kesan eksklusifnya. Inilah sosialisasi paradigma baru LDII yang sedang dalam proses tersebut.

Pengurus LDII, baik pada tingkat Provinsi maupun Kabupaten sudah cukup tegas dalam menerapkan paradigma barunya. Bahkan, beberapa kali saya mendengar ucapan dari para pimpinan LDII Provinsi yang mengatakan, ”Andaikata masih ada yang menerapkan pola lama dan menjalankan paham-paham Islam Jama’ah, maka kepada mereka diminta untuk keluar dari LDII, dan dianggap itu bukan warga LDII.” Jadi, kalau melihat ketegasan semacam itu sih, saya agak optimis bahwa paham-paham tentang Islam Jama’ah secara bertahap akan ditinggalkan oleh organisasi LDII ini.

Sebenarnya, ajaran LDII itu perlu pendalaman dan penelitian lebih lanjut, karena di lapangan yang saya temukan hanya di permukaan. Tentunya, jawaban saya tidak begitu valid, karena belum mendalami apa yang terjadi di lapangan. Sebatas yang saya dengar, sebatas apa yang saya lihat, dan kesimpulan dari diskusi-diskusi dengan MUI di Provinsi dan Kabupaten, dimana memang masih ditemukan masalah-masalah implementasi di lapangan terkait dengan paradigma baru LDII. Ini harus terus dipantau sejauh mana mereka jujur, ikhlas, terbuka dan bertanggungjawab untuk melaksanakan paradigma barunya. Apakah itu menyangkut sesuatu yang sangat rahasia, ataupun yang biasa mereka buka itu, mestinya dilakukan pemantauan dan penelitian lebih lanjut di lapangan secara mendalam.

Sekarang ini, saya bukan melakukan penelitian ansih, tetapi (juga menggelar pelbagai kegiatan) seperti yang dilakukan di MUI Provinsi DKI Jakarta, itu juga dilakukan MUI di Provinsi yang lain yang saya temui. Jadi, sebenarnya kami memantau apa yang terjadi pada saat dilakukan klarifikasi antara LDII dengan MUI dan ormas-ormas lainnya di beberapa daerah. Ini bisa dikatakan sebagai sampel, atau sekedar melihat di beberapa daerah secara terbatas, dengan maksud untuk mengetahui sejauh mana sih sosialisasi yang mereka lakukan, dan sejauh mana pula masalah-masalah yang muncul dapat diketahui oleh Majelis Ulama Indonesia di beberapa daerah yang saya datangi tersebut.

...

4. Prof. Dr. KH. Said Agil Siradj - Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama


Mereka Kita Anggap Mutanaththi`
Airan atau madzhab atau firaq islamiah itu, sepanjang masa akan tetap ada. Kajian mengenai al-Firaq al-Islamiah (firqah-firqah Islam) dan al-Firaq al-Kharijah `anil Islam (firqah-firqah yang keluar dari Islam) adalah salah satu mata kuliah wajib di Timur Tengah, baik itu di Ummul Qura Makkah maupun di Al-Azhar Kairo. Yang termasuk firqah Islam adalah Mu`tazilah, Khawarij, Jabariah, Qadariah, Murji’ah, Jahamiah; Syi`ah, Syi`ah Itsna `Asyariah, Imamiah, dan Zaidiah. Sedangkan firqah yang keluar dari Islam yaitu Syiah Ismailiah, Bahaiyah, Qadianiyah, dan lain-lain. Kelompok kedua ini dianggap keluar dari Islam karena mereka mengingkari prinsip-prinsip ma`ulima minaddin bidhdharuri (prinsip yang sangat fundamental dalam Islam).

Orang atau kelompok yang mengingkari ma’ulima minaddin bidhdharurah54 bisa dikategorikan sesat. Sedangkan kelompok atau orang yang mengingkari ma`ulima minaddin bitta`allum (hasil pemikiran/telaah/ijtihad) tidaklah sesat. Sampai-sampai, golongan Khawarij pun masih dianggap sebagai bagian dari kelompok Islam (firaq islamiah), padahal mereka telah membunuh Sayidina Ali Karramallahu Wajhah.

Di dalam Islam terdapat beragam aliran dan golongan. Sebagian besar golongan tersebut tidak bisa dianggap sesat, karena ada dua perbedaan, yaitu perbedaan yang bersifat wacana dan perbedaan yang bersifat aksi/amal. Lha, LDII ini perbedaannya amal. Mereka tidak kita anggap sesat, tetapi mutanaththi`, tanaththu`, orang yang eksklusif, kelompok eksklusif. Namun demikian, LDII masih dalam bagian firqah islamiah, karena meyakini apa yang disebut ma’ulima minaddin bidhdharurah, meski dalam beberapa hal LDII (menurut beberapa kalangan yang mengamati organisasi ini) berbeda dengan mayoritas ulama dalam menafsirkan ayat tertentu. Perbedaan penafsiran itu sendiri dalam banyak kesempatan dibantah oleh pengurus LDII. Seandainya dugaan para pengamat itu benar, perbedaan itu tidak menyebabkan LDII menyandang label ”sesat.” Itu tidak sesat, hanya salah atau sempit. Itu tanaththu`, mutanatti`, hatta Khawarij kita tidak mengatakan sesat. Padahal dia yang membunuh Sayidina Ali, kita tidak mengatakan sesat, tetapi mutasyaddid, mutatharrif.

Mutasyaddid (keras) dan mutatharrif (ekstrem atau keterlaluan) itu berbeda dengan menyimpang. Yang menyimpang adalah yang mengingkari ma`ulima minaddin bidhdharurah, yang bitta`allum tidak. Allah punya sifat berapa dan apa, itu bitta`allum. Di kalangan NU dan di kalangan Pesantren, ada juga kalangan yang eksklusif. Sampai-sampai, kaum perempuan sama sekali tidak boleh bertemu dengan laki-laki. Ada sebagian orang membaca takbiratul ihram berkali-kali, karena was-was, seakan-akan harus hati-hati. Justru hal ini adalah bagian dari sifat keterlaluan dan berlebihan.

LDII tidak bisa disamakan dengan Ahmadiah. Ahmadiah itu sesat karena mengingkari ma`ulima minaddin bidhdharurah, mengakui adanya nabi setelah Nabi Muhammad SAW. Saya menanggapi perubahan paradigma LDII secara positif. Paradigma Baru LDII harus disikapi dengan positif. Mereka (LDII) mengakui kesalahan, dalam tanda petik: kesalahan ajarannya atau kesalahan doktrinnya, bukan kesalahan aqidah. Aqidah nggak salah, dari awal nggak salah. Aqidah dia rukun iman yang enam itu. Rukun Islamnya juga sama. Ya seperti pesantren dulu, dimana Bahasa Inggris itu haram. Sekarang, justru membolehkan. NU sendiri, pada Muktamar tahun 30-an itu mengharamkan pakai dasi atau pakai celana. (Sekarang, tidak).

...

5. DR. M. Syafi’i Mufid, MA - Peneliti, Departemen Agama - Republik Indonesia

LDII Sekarang Ibarat Teori Gelombang

LDII yang saya ketahui itu kan sebuah organisasi Islam. Yang awalnya dari LEMKARI kemudian menjadi LDII. Nah, sebelumnya ada yang namanya Islam Jama’ah. Sebelum Islam Jama’ah, ada yang namanya Darul Hadits. Jadi, itu proses dimulainya sebuah tafsir terhadap ajaran-ajaran Islam tentang imamah (tentang jama’ah) kemudian implementasinya dalam bentuk gerakan, yang namanya gerakan Islam Jama’ah atau Darul Hadits.

Sebetulnya, ajaran inti dari yang kita kenal Islam Jama’ah itu adalah mengenai kejama’ahan dan keimamahan. Apa yang dipahami dari kawan-kawan Islam Jama’ah itu adalah atsar-nya dari Sayidina Umar yaitu la islama illa bil jama’ah walajamaata illa bil imamah wala imamata illa bithoah wala thoata illa bil bai’at. Kemudian mamata laisa lahu biatun mata mitatan jahiliyatan, haditsnya maupun atsarnya itu, lazim di kalangan umat Islam. Tidak merupakan sesuatu yang aneh, artinya masyhur (umum, dikenal). Yang menjadi aneh pada waktu itu adalah, kalau orang tidak masuk jama’ah, mereka itu dianggap bukan Islam. Itu masalahnya. Nah, ini kekeliruan penafsiran yang banyak dilakukan oleh kelompok-kelompok. Kemudian oleh Majelis Ulama Indonesia dikatakan sebagai kelompok sesat. Itu adalah klaim kebenaran yang hanya ada pada mereka. La islama illa bil jama’ah. Kata-kata jama’ah itu hanya untuk Darul Hadits, Islam Jama’ah. Kan begitu awalnya. Mestinya tidak begitu. Jadi, Islam Jama’ah adalah Al jama’ah min jamaatul muslimin. Jadi, satu jama’ah dari jama’ah-jama’ahnya umat Islam. Umat Islam itu banyak jama’ahnya. Tidak satu-satunya. Nah, disini yang menjadi krusial itu.

Bai’at itu, kalau kita kembali kepada sejarah sirah nabawiyah itu, kan ada bai’at aqobah, ada bai’atur ridwan. Nah, itu berbeda. Bai’at yang pertama itu, bai’at untuk menyatakan lailaha illallah muhammadurrasulullah, dan dia siap. Di Aqobah itu, orang Aus dan Hujrat yang datang menghadap Nabi itu, siap menerima kehadiran Nabi di Madinah, melindungi Nabi di Madinah, dan siap mengikuti ajaran Nabi Muhammad. itu bai’at aqobah. Kemudian bai’atur ridwan itu adalah umat Islam yang siap untuk menghadapi apapun yang terjadi. Ketika umat Islam mendapatkan berita bahwa utusan Nabi yang ke Mekkah itu di tahan oleh Quraisy, Utsman diutus untuk negosiasi dengan orang Quraisy. Waktu itu, Nabi tidak berkehendak perang, tapi ingin melakukan ibadah haji. Tapi akhirnya ditolak. Kemudian ada perjanjian. Kemudian Nabi kembali ke Madinah. Baru kemudian 2tahun berikutnya, Nabi pergi ke Mekkah. Nah, itu bai’at, dan ada bai’at lagi yaitu bai’at kepemimpinan ketika khalifah Umar membai’at Abu Bakar sebagai khalifah. Bai’at itu sebetulnya, ya kalau bahasa sekarang, bai’at kepada khalifah atau bai’at kepada khulafaur rosyidin. Ya, demokrasi itu dimana pemilih menyatakan aku setuju dengan anda. Nah, bai’at yang di LDII atau yang sejenis itu, hakikatnya adalah sama dengan bai’at kepada pemimpin. Pemimpinnya sebagai imam yang secara spesifik itu sama dengan bai’at orang-orang thariqot. Orang-orang thariqot juga bai’atnya untuk sami’na waatho’na terhadap guru atau mursyidnya. Nah kalau orang-orang Jama’ah ini sami’na waatho’na terhadap imamnya, itu sama dengan tidak masalah. Masih tetap dalam hal-hal yang tidak bertentangan dengan syari’at. Nah, yang bertentangan adalah tidak ada imam yang lain kecuali imamku, dan membai’at imam yang bukan imamku, batal. Itu kafir. Itu yang keliru. Siapapun yang berpandangan eksklusif semacam itu, keliru. Dan itu ciri dari jama’ah-jama’ah yang eksklusif seperti itu.

Ajaran manqul itu, sebetulnya ada dalam tradisi ulama-ulama nusantara, meskipun tidak dikatakan manqul. Itu kan ada istilah ijazah. Seorang ulama misalnya, saya pernah ngaji kepada guru saya untuk baca kitab ihya’. Setelah tamat baca ihya’, itu guru saya (kyai saya itu) memberikan ijazah kepada murid-muridnya yang mengikuti pengajian itu, termasuk saya, untuk sahnya membaca ihya’. Nah, saya bisa membaca ihya’, kayak begini itu dari guru saya. Guru saya itu mendapatkan kemampuannya itu dari gurunya. Itulah yang namanya silsilah. Manqul, kalau dipahami sebagai silsilah, kayak begitu. Biasa, wajar. Persoalannya, manqul itu adalah hadits yang diajarkan oleh gurunya. Itu sajalah yang benar. Tidak ada hadits yang benar kecuali yang diajarkan oleh gurunya. Padahal, jumlah hadits itu kan ratusan ribu. Nah, bagaimana dia bisa mengatakan hanya gurunya sajalah yang sah untuk meriwayatkan hadits ini. Kan lagi-lagi eksklusif. Di situ letak kekeliruannya. Manqul pada umumnya tidak ada masalah, karena dia tidak beranggapan bahwa hanya dengan jalan inilah orang bisa masuk syurga. Kecuali, kalau tidak mengikuti jalan ini, orang masuk neraka, di situ kemudian terjadi doktrin yang menyesatkan, karena jalan untuk menuju kebenaran itu banyak. hadits itu banyak. Kitab itu banyak pendapat. Nah, ini yang mereka itu tidak ada ketika masih dalam gerakan Islam Jama’ah.

Nah, ketika sudah menjadi LDII, saya sudah mendengar, saya sudah membaca Keputusan Rakernas LDII tahun 2007 bahwa memang LDII sudah mengubah paradigma lama dengan paradigma baru, termasuk ajaran tentang Islam Jama’ah, ajaran Manqul, ajaran tentang Imamah, Keamiran dan lain sebagainya sudah dihilangkan. Mereka sudah mengikuti sawadul a’dhom. Itu tertulis. Nah, sekarang apa iya seperti itu, tanyakan kepada orang-orang LDII. Sepengetahuan saya, pernah suatu ketika saya shalat jum’at di Masjid LDII di daerah Dago (Bandung). Sampai orang-orang sebagian bubar, saya masih shalat di situ. Kemudian saya pergi. Saya tinggalkan Masjid itu, tetapi saya pergi ke rumah seorang teman yang berdekatan dengan masjid itu. Saya yakin mereka tidak tahu, kalau saya mampir di depan Masjid itu. Nah di rumah teman itu, saya perhatikan dari rumah jendela kaca, saya perhatikan betul bahwa tidak ada seorangpun yang mencuci tempat di mana saya duduk dan saya sujud di Masjid itu. Karena anggapan bahwa kalau saya bukan anggota LDII adalah najis atau orang bukan Islam, ternyata tidak ada sampai akhirnya datang waktu shalat Ashar. Ketika shalat Ashar, saya datang lagi ke tempat itu. Kemudian saya memperkenalkan diri. Saya salaman kepada mereka. Lalu terjadilah dialog. Dia tanya, ”Bapak dari mana?” Saya dari Departemen Agama, lagi ada Rapat Kerja di Badung. Kebetulan saya ada keperluan ketemu dengan teman yang rumahnya dekat sini. Lalu saya shalat disini. ”Saya mau tahu apakah sudah ada perubahan di kalangan teman-teman di LDII apa nggak?,” Katanya, kalau ada orang shalat di LDII, dicuci. Ketika saya lihat sendiri, kok tidak dicuci bekas tempat saya tadi. Nah itu gimana? Kata mereka, ”Itulah pak, fitnah yang terjadi, dimana saya mencuci bekasnya orang shalat, nggak ada, itu fitnah.” Apakah dulu memang pernah terjadi seperti itu, atau itu memang sudah terjadi perubahan? ”Saya orang LDII yang berhak untuk menjawab.” Pengalaman saya yang seperti itu tidak sekali saja. Pada waktu lebaran kemarin, saya juga shalat di Masjid Pantura yang di situ ada spanduknya yang bertuliskan ”Mengucapkan selamat Idul Fitri.” Pada kanan kiri spanduk tersebut, ada simbol Majelis Ulama Indonesia dan simbol LDII. Boleh saya katakan bahwa Masjid yang saya pakai adalah masjidnya LDII. Ternyata di situ, yang menjadi Imam Maghrib --waktu itu masih dalam bulan Ramadhan-- itu bukan orang LDII. Dan orang-orang LDII yang tinggal di sekitar masjid juga ikut berjama’ah di situ. Masjid di situ tempat lalu lalang (banyak orang), dan tidak ada cuci-mencuci itu. Itulah pengalaman saya terhadap LDII.

...

6. DR. Adian Husaini, MA - Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII)


http://adianhusaini.blogspot.com/


Lebih Penting Praktek di Lapangan


Sejauh yang saya ketahui, MUI saat ini sedang melakukan penelitian dan harus dichek betul tentang persoalan inti LDII itu. Karena dulu, mereka dikenal (dituduh) dengan (isu-isu) doktrin-doktrinnya seperti ajaran manqul. Mereka (diisukan) mempunyai sanad sendiri dan merasa orang Islam yang lain bukan saudaranya. Bahkan, misalnya, dahulu jika kita menduduki kursi di rumahnya, lalu kursi itu dilap (dibersihkan) lagi. Orang Islam lain dianggap najis dan lain sebagainya. Mereka memakai Hadits tentang bai’at. Menurut mereka, kalau seseorang tidak berbai’at, maka orang itu akan mati seperti matinya orang jahiliyah. Yang mereka maksud dengan bai’at di sini adalah harus bai’at kepada imamnya. Nah, karena hal inilah kemudian, umat Islam yang lain menganggap mereka berada di kelompok yang sesat.

Jika sekarang mereka mengatakan ada paradigma baru, menurut saya hal itu perlu ditelaah. Apakah mereka betul serius? Apakah benar mereka sudah merevisi ajaran-ajarannya? Apakah benar mereka sudah menganggap se-Islam ini saudara se-Islamnya, dan mereka boleh menikah dengan orang Islam yang lain, dan mereka boleh bermakmum di belakang orang Islam yang lain. Apakah sudah seperti itu? Sebab sejauh ini, meskipun ada banyak perbedaan di antara ormas-ormas Islam seperti NU, Muhammadiyah, Persis, dan lainnya, tetapi perbedaan itu tidak ada masalah. Termasuh menikah dengan ormas lain juga boleh, tidak menimbulkan masalah. Hal-hal semacam itu, saya kira perlu dievaluasi.

Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII) selama ini mempercayakan masalah LDII kepada LPPI, karena LPPI memang dibentuk oleh tokoh-tokoh DDII untuk menangani masalah-masalah aliran. Dewan Dakwah tidak secara langsung melibatkan diri dalam penanganan LDII, Syiah, dan lain-lain.

Paradigma baru LDII itu perlu dicocokkan. Masalahnya, sekarang ini buku-buku yang beredar di jama’ah-jama’ah LDII itu adalah buku-buku yang lama. Apakah buku-buku dan ajaran-ajaran itu sudah direvisi? Jadi tidak cukup hanya dengan menyatakan bahwa mereka sudah berubah, tetapi kemudian ke dalamnya bagaimana? Sama dengan Ahmadiyah kan? Dalam melihat Ahmadiyah, pemerintah tidak cukup hanya dengan mendengarkan pernyataan mereka, tetapi harus melihat realita di lapangan. Itu yang lebih penting, karena masyarakat melihat sendiri kenyataan di lapangan. Misalnya, masyarakat melihat ada masjid LDII, apakah jama’ah masjid itu sudah berbaur dengan jama’ah yang lain? Kalau dulu mereka tidak mau shalat Jum’at dengan yang lain, mereka membuat jama’ah Jum’at sendiri. Nah, sekarang semua itu sudah berubah atau belum? Jadi, lebih penting praktek di lapangan, dan literatur lama itu harus ada revisi.

...

7. Drs. K.H. Munzir Tamam, MA - Ketua Umum Majelis Ulama Islam, Provinsi DKI Jakarta

Mereka Sudah Mau Kembali
Sesungguhnya, saya tidak pernah mendalami tentang LDII dan bagaimana sikapnya. Tetapi banyak dari orang-orang, dari mulut ke mulut, termasuk Kyai saya di Yogyakarta yang menjelaskan bahwa LDII sudah sangat menyimpang dari Islam yang selama ini kita yakini. Kemudian saya tanya beberapa orang, ya sama bahwa LDII seperti itu. Oleh karena waktu saya mengatakan LDII itu, sudah menggunakan paradigma baru, tidak seperti apa yang selama ini kita kenal, kata beliau (Kyai Saya), sudah mutawatir berita penyimpangan itu. Kalau dia mau tukar nama, ini meyakinkan saya bahwa yang selama ini dikenal dengan paradigma lama bertentangan sekali dengan Islam yang kita kenal.

Kan baru kemarin bahwa mereka mengatakan bukan dari Islam Jama’ah dan sebagainya. Kalau saya tidak tahu persis, apa itu mulanya. Tetapi yang jelas, pertama, LDII seperti yang dianggap oleh orang banyak bahwa ada penyimpangan. Kedua, menganggap kita itu selain daripada mereka adalah najis. Banyak cerita bahwa orang kita habis shalat di tempatnya disapu atau dicuci. Ketiga, anak saya pernah ke daerah Jawa Timur. Di sana, begitu mau masuk untuk numpang shalat, ada yang bilang ini bukan untuk orang Islam yang sembarangan. Berarti yang dia Islam bener, dan kita Islam sembarangan. Di sana, saya melihat apa yang dikatakan orang yang selama ini saya dengar itu, benar adanya. Dari situlah saya memang sejak dulu nggak mau ikut campur. Saya anggap sudah lain daripada kita, walaupun saya tidak melihat dengan mata kepala sendiri, tetapi dengan cerita-cerita. Saya sudah tidak menganggap mereka. Saya tidak mau mencari (kesalahannya) lagi.

Tapi setelah adanya pendekatan dari pihak LDII kepada kami dimana kami sebagai orang MUI, di situ baru kami sangat memperhatikan. Saya lihat sana, lihat sini, meskipun aduan masih ada. Tetapi kenyataannya, orang itu mau dekat. Waktu mereka mau dekat ke MUI itu, tiga bulan minta waktu untuk ketemu MUI supaya minta diterima.

Pada waktu kita menerima, masih ada di antara kita yang khawatir, jangan-jangan penerimaan kita nanti disalahgunakan oleh mereka, difoto dan sebagainya. Sampai kami harus berpikir lagi. Tetapi, kami punya satu pendirian bahwa kapan bisa kita kenal tanpa ada pertemuan. Maka dengan berhati-hati, pertemuan itu kita adakan. Ternyata saya berpikir, dari mulai hamdalahnya, saya perhatikan kok sama dengan kita. Kemudian dari situ, dia (LDII) menyatakan kenapa dia ingin bertemu dengan MUI. Ternyata, karena dia ingin menyatakan bahwa mereka sudah pakai paradigma baru. Pendirian saya, begitu mereka ingin menyatakan diri untuk pakai paradigma baru, yang mengatakan bahwa Islam yang akan mereka ikuti adalah sama dengan Islam yang kami (MUI) pegang.

Setelah itu, saya merasa punya kewajiban untuk mendekati terus, dalam arti kata, ingin mengetahui. Saya beberapa kali dicurigai oleh kawan-kawan, tapi saya pikir saya punya prinsip bahwa saya ingin mengenal siapa mereka (LDII). Saya ingin tahu betul, bagaimana pengakuannya. Saya ketemu orang MUI Pusat, dan dia mengatakan, ”Hati-hati pak Kyai.” Ya, saya akan berhati-hati, tapi saya akan tetap mendekat, karena saya tahu persis bahwa mereka secara lisan dan sikap, sudah mau kembali.

Lebih tegas lagi pada waktu diadakan Rapat Kerja Daerah (Rakerda) DPD LDII Provinsi DKI Jakarta tahun 2007, di mana saya diminta untuk bisa menyampaikan pembekalan-pembekalan. Sehari sebelumnya, saya diketemukan oleh salah seorang sekretaris (LDII) yang minta diceritakan tentang ahlus sunnah wal jama’ah, karena mereka (LDII) sebenarnya menuju ke ahlus sunnah wal jama’ah. Itulah, akhirnya saya sampai ke sana. Saya penuhi undangannya. Saya cerita di samping yang menyangkut tulisan saya sendiri. Saya cerita tentang ahlus sunnah wal jama’ah, dan pengalaman saya hidup bersama-sama orang dengan berbagai paham. Kelihatannya mereka antusias menerimanya. Dari sana, saya itu makin percaya walaupun saya yakin baru segelintir dari mereka. Itu kan baru pengurusnya. Kami belum tahu bagaimana kenyataannya di masyarakat. Maka terakhir muncul gagasan, bagaimana kita kumpulkan kawan-kawan kita dan tokoh-tokoh kita dari beberapa organisasi Islam untuk bicara langsung.

Manqul itu silsilahnya dipandang oleh sementara orang, ada perbedaan, terutama tentang darimana sumbernya? sebab dalam Ilmu hadits, masalah manqul tidak asal ada saja, tetapi sumbernya dicari juga. Saya juga masih mencari itu, di mana sih kekeliruannya.

Sekali waktu diadakan pertemuan di suatu tempat. Saya bertindak sebagai imam, dan sekali waktu saya berada di tempat mereka di mana saya jadi makmum, dan tidak dicuci. Makanya, tuduhan seperti itu juga perlu kita cari kebenarannya. Artinya, kenyataannya memang begitu, apa tidak? Dalam pertemuan terakhir, tidak. Kalau toh itu masih ada, memang barangkali duapuluh atau tigapuluh tahun yang lalu.

...