Organisasi Kemasyarakatan Islam (Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) dan lainnya) menolak ide sertifikasi ulama untuk melawan teroris. Karena ide ini mengandung otorian para ulama harus memiliki sertifikat ceramah, termasuk menyampaikan isi cermah yang akan disampaikannya.
Hadir pada acara itu, Wakil Ketua MPR Haryanto Y Thohary, Ketua Umum LDII Abdullah Sam, Ketua MUI Umar Shihab, Sekjen MUI Ichwan Sam, Ketua PBNU Slamet Effendy Yusuf dan lainnya. Pertemuan ini sekaligus halal bihalal.
“Sertifikasi halal ini harus ditolak karena mengandung nafas otorian, bahkan fasis hanya karena ada penyakit terorisme lalu kita kembali ke era otoriter,” kata kata Ketua PBNU Slamet Effendy Yusuf.
Ia mengatakan ide itu bukan ide yang baik. “Jadi ulama itu harus punya izin untuk berceramah padahal ulama yang diakui masyarakat karena kiprahnya dan bukan karena selembar sertifikat,” paparnya.
Ketua LDII Chriswanto Santoso mengatakan tidak benar kalau harus dilakukan sertifikasi karena asumsinya jadi terbalik, seolah-olah ulama salah kecuali ulama yang memilki sertifikasi.
“Karena itu kami menolak sertifikasi ulama. Kalau memang mau melakukan perbaikan baik Polri, BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Teroris) dan lembaga lainnya mengajak para tokoh agama Islam untuk duduk bersama dalam mencegah tindakan terorisme,” kata Chriswanto.
Sekretaris Jenderal MUI Ichwan Sam menilai ada kekhilafan dari BNPT sehingga mengusulkan ide sertifikasi ulama.
“Kalau sertifikasi ini diberlakukan justru membuat empati sebagian orang terhadap terorisme. Karena itu ide ini jangan dilanjutkan,” papar Ichwan.
Menurutnya, ide ini mungkin muncul karena salah ucap saja karena didorong semangat yang tinggi untuk menumpas teroris. “Pak Ansyaad Mbai (Kepala BNPT) sendiri mengaku tidak pernah mengucapkan ide tersebut,” kata Ichwan.
MUI dan LDII ajak masyarakat perangi terorisme
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan DPP Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) meminta masyarakat untuk tidak terprovokasi aksi terorisme yang mengatasnamakan agama dengan alasan membela kasus kalangan Muslim tertentu.
Ketua MUI Slamet Effendi Yusuf mengatakan apapun tindakan kekerasan yang memakan korban jiwa tidak dibenarkan atas nama agama dan negara. Oleh karena itu, MUI dan LDII menilai apa yang dilakukan para pelaku teror dengan dalih membela kaum Muslim di negara lain sudah melanggar aturan yang ada.
“Kami menyesalkan apa yang telah dilakukan para pelaku teror ini, apalagi korbannya juga umat Muslim itu sendiri. Masalah umat Islam Rohingya yang menjadi alasan mereka tentunya harus bisa dipisahkan karena masalah itu sudah ada yang menangani bahkan Indonesia telah mengurus khusus Bapak Jusuf Kalla untuk menyelesaikannya. Saya kira itu sudah cukup,” katanya disela-sela acara siraturahmi dengan seluruh umat Islam di DKI di kantor DPP LDII Jakarta, Selasa malam.
Menurut Slamet Effendi, kedatangan Ketua PMI dalam menyelesaikan masalah tersebut sudah menunjuk kan itikad baik pemerintah indonesia dalam ikut serta mempererat kerukunan antarumat beragama di dunia termasuk di Myanmar.
“Kedatangan Pak Kalla di sana ini kita harapkan memberikan pembelajaran bagi warga Myanmar untuk menghargai pentingnya kerukunan antar umat beragama seperti di Indonesia,” katanya.
Sementara itu ketua DPP LDII Bidang Da’wah Chriswanto Santoso mengajak seluruh ulama di Indonesia untuk memberikan pemahaman agama yang lebih medalam kepada para santrinya agar kasus terorisme dapat ditekan dan dihilangkan.
“Kami bersama MUI akan terus menjalin komunkasi kepada seluruh Ulama agar dapat terus mengedepankan dakwah yang tidak mengedepankan kekerasan,” katanya.
Chriswanto menjelaskan meski demikian aparat keamanan diminta untuk kerja lebih ekstra dalam menditeksi segala bentuk gerakan terorisme secara dini agar tidak ada lagi masyarakat yang menjadi korban.
“Bayangkan jika yang menjadi korban itu menjadi tulang punggung keluarga mereka, apalagi mereka juga seorang muslim. Saya kira koordinasi antar-intelejen, dan peran serta masyarakat diperlukan guna mengatasi aksi ini,” jelasnya.
Bentuk komunikasi yang efektif bisa dilakukan aparat keamanan dalam mencegah terorisme adalah dengan aktif memberikan pengertian dan pertemuan dengan tokoh-tokoh agama serta tokoh adat, tanpa harus menakut-nakuti mereka, kata Ketua LDII Bidang Dakwah Ir.H. Chriswanto Santoso M,Si.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar